Cinta sejati.. kata-kata itu terus berputar di kepalaku setelah kekasihku menulis sebuah catatan kecil yang di selipkan di antara diktat kuliahku.
“aku ingin selalu bersamamu disetiap waktu di sisa hidupku ini bersamamu, cinta sejatiku.”
Aku menutup wajahku malu saat membaca catatan kecil itu. Rico pasti meyelipkan catatan itu saat membawakan diktat tebal milikku. Aku memang sudah lama berpacaran dengan Rico, kami sudah berpacaran sejak lulus SMA hingga sekarang aku mengurus skripsiku. Ya, aku adalah mahasiswi tingkat akhir, sama dengan Rico. Kami memang seumuran, maka dari itu aku tak pernah berpikir serius menjalani hubungan ini. Aku hanya menjalaninya saja seperti air yang mengalir. Hampir 5 tahun aku dan Rico berpacaran, tetapi baru kali ini Rico menyebut aku adalah cinta sejatinya. Membuat perasaanku tak karuan, antara senang dan bingung.
Cinta sejati, tak pernah aku berpikir tentang cinta sejati. Meskipun aku sering mendengarnya dari teman-temanku. Mereka selalu mengatakan aku dan Rico adalah cinta sejati seperti Romeo dan Juliet. Namaku memang Julia, tapi aku tak pernah mau di samakan dengan Juliet. Aku bingung, kenapa sih cinta sejati selalu di kait-kaitkan sama Romeo dan Juliet? Padahal menurutku mereka berdua ngga lebih dari orang bodoh yang rela mati demi cinta. Romeo mati karna kebodohannya yang tidak menyadari bahwa kekasihnya masih hidup, sedangkan Juliet mati karna kebodohannya tidak memberi tau Romeo tentang racun yang bersifat sementara, oke Juliet berusaha memberi tahu Romeo, tapi tetap aja dia salah menitipkannya sehingga Romeo tidak menerima pesan dari Juliet. Coba kalo mereka cukup pintar, pasti ngga perlu mati kan?
Tapi entah mengapa pikiranku tersebut selalu di tentang oleh sahabat-sahabatku. “ah, lo mah ngga punya hati jul, untung Rico mau sama lu.” Kata Lia padaku ketika untuk kesekian kalinya aku mengungkapkan pendapatku tentang Romeo dan Juliet. “yee, coba lo pikir pake logika dong Li, jangan ambil sisi romantisnya doang.” Aku membela diriku sambil menyeruput jus stroberi di hadapanku. “hay, hey kalian ini rebut terus” Rico langsung duduk di sebelahku dan mengambil gelas jus yang sedang ku minum. “Rico, kebiasaan banget deh, pesen sendiri sana” kataku jengkel sambil merebut gelas jus ku kembali. “abis kalo minum punya kamu rasanya lebih manis sih, hehehe.” Aku hanya tersenyum mendengar ucapan Rico, lelaki ini memang senang menggodaku, entah bagaimana aku jadi sangat tertarik dan menjalani hubungan ini hingga bertahun-tahun. “ciee Rico and Julia, legenda baru nih.” Lia menggodaku sambil mengaduk jus alpukat miliknya. “Apaan sih Li, lu kan juga punya cowo tuh, kenapa ngga lu aja sama cowo lu yang jadi legenda baru setelah Romeo dan Juliet itu?” kataku sambil menggoda Lia. “ah, si Leo mah ngga seromantis Rico, dia sering hilang ngga jelas gitu, ngga kaya kalian berdua tuh.” Lia berbicara tanpa henti tanpa menyadari ada Leo di belakangnya. “Maaf deh aku sering ngilang.” Kata Leo tiba-tiba yang di sambut tawa oleh Rico. “ciee yang di samperin pacar, ngga galau lagi nih ceritanya?” Rico terus menggoda Lia yang salah tingkah karena Leo memandang Lia dengan pandangan rasa bersalah. Membuatku semakin yakin bahwa Leo kini benar-benar mencintai Lia. Lia sudah cukup lama mencintai Leo, hanya saja Leo membutuhkan waktu yang sangat lama untuk menyadari bahwa Leo mencintai Lia, yah hanya karna Leo berpikir masih mencintaiku. Leo memang mantan kekasihku, tapi aku lebih menganggapnya teman karena kami memang sudah berteman sejak masih di bangku taman kanak-kanak.
“Jadi, kamu kapan sidang sayang?” Rico membuyarkan lamunanku. “emm, minggu depan.” Jawabku singkat sambil menyedot sisa jus stroberi milikku. “semangat ya sayang, aku selalu doain kamu” kata Rico sambil meraih kepalaku dan mencium keningku. Muka ku kembali terasa memanas, sungguh aku merasa sangat malu juga sekaligus merasa sangat bahagia, seakan aku mendapat kekuatan baru sehingga aku sangat siap menghadapi dosen penguji dari jerman sekalipun. “ciee, so sweet banget sih kalian, jadi iri.” Lia kembali menggodaku. Aku hanya tersenyum simpul dan bangkit untuk membayar minumanku dan Rico. “Minta tuh sama leo.” Kataku pada Lia sambil menarik tangan Rico menjauh. “Gue duluan ya Li, ada janji sama nenek.” Dari kejauhan aku melihat Leo dan Lia juga bangkit menjauhi kantin sambil bergandengan tangan, aku senang melihatnya. “Kamu ada janji apa sama nenek sayang?” Aku memandang lelaki hebat di sebelahku ini, ya meskipun aku tak ada pikiran untuk serius, tapi aku sangat menyayanginya. “Aku Cuma mau ketemu aja ko sama nenek, temenin aku ya sayang.” Pintaku pada Rico dengan nada manja. “iya, aku temenin ko kemanapun kamu mau pergi.” “nanti mampir ke mini market ya sayang, aku mau beli sesuatu buat nenek.” “ iya sayang, yuk kita berangkat.”
Aku rasa aku tak akan pernah bisa lagi menemukan seseorang seperti Rico, setelah sidang skripsiku rampung akan ku pikirkan kelanjutan dari hubungan kami. Kurasa tak ada salahnya aku memikirkan itu karena Rico telah memiliki usaha sendiri dan memiliki penghasilan tetap, aku pun sudah bekerja. Hanya saja Rico sudah lebih dulu dinyatakan lulus. Aku tertunda 1 bulan karena aku sempat dirawat dirumah sakit karena kondisiku yang menurun. Jika tak ada halangan 2 minggu lagi kami akan di wisuda bersama. Semoga aku bisa lulus dengan nilai yang memuaskan.
***
Sidang skripsiku telah selesai. Aku dinyatakan lulus dengan IP 3,7. Orang pertama yang kuberi tahu tentang kelulusanku adalah Rico. Rico menungguku di kantin kampus seperti biasanya. Aku berlari kearahnya, memanggil namanya sambil melambaikan kertas kelulusanku. “Rico, aku lulus.” Kataku sambil memeluk Rico yang sedang menikmati kopi susu. Aku tak memperduliakan orang-orang disekitarku, yang aku tau saat ini aku sangat bahagia. “selamat ya sayang, aku tau kamu pasti bisa.” Kata-kata Rico membuatku melepaskan pelukanku dan memandang wajahnya. Ada yang tak biasa, tak ada binar kegembiraan seperti biasanya. “kamu kenapa? Lemes banget kayanya. Sakit ya?” kataku sambil memegang kening Rico untuk memastikan suhu tubuhnya normal. Rico hanya menggeleng dan menarikku pergi menjauh dari kantin. “mau kemana sayang?” tanyaku pada Rico, Rico hanya menatap kosong sambil menjawab “ ada hal yang kamu perlu tau.” Aku memilih diam, aku memandang jalan yang basah karna sisa-sisa hujan tadi pagi. Rico memberhentikan mobilnya di depan sebuah rumah dengan warna dominan putih. Rico menarik tanganku kedalam rumah tanpa berkata apapun, aku hanya mengikuti kemana Rico melangkah. Kulihat ada taman bunga di pekarangan rumah yang cukup luas. Terlihat sangat indah dan rapi. Pintu rumah itu terbuat dari ukiran kayu berwarna putih. Di dalam rumah terdapat ruang tamu, ruang keluarga dan dapur yang tertata rapih dengan warna dominan putih. Bisa kutebak rumah ini baru jadi atau baru selesai di renovasi dari bau cat yang masih menyengat dan perabotan rumah yang masih kelihatan baru. Rico membawaku ke halaman belakang, dan betapa terkejutnya aku melihat kolam renang di belakang rumah bernuansa putih itu. bukan kolamnya yang membuatku merasa takjub. Tapi apa yang ada di kolam itu yang membuatku takjub. Rangkaian lilin dan bunga mawar putih memenuhi kolam, terdapat jalan setapak menuju bagian tengah kolam. Rico menuntunku berjalan ke tengah kolam. Disana Rico menyuruhku membuka sebuah kotak kecil yang terletak di pinggir gazebo di tengah kolam. Aku membuka kotak kecil berwarna putih itu, kotak itu berisi sebuah cincin yang sangat indah dan secarik surat kecil. Aku membaca surat kecil itu dengan seksama.
dear my lovely, Julia..
aku memang bukan lelaki sempurna untukmu, maafkan aku yang tak bisa menjadi romeo yang mencintai Juliet hingga rela mengorbankan nyawa. Aku memang bukan Romeo yang mampu memberikan cinta sejati untuk Juliet. Aku hanya seorang Rico yang mencintaimu secara sederhana, yang menginginkan seorang wanita hebat bernama Julia untuk menghabiskan hidupnya bersamaku dan menjadi ibu dari anak-anakku di rumah yang kubangun dengan susah payah ini.
Julia, would you be mine?
Jantungku berdegup kencang membaca surat kecil dari Rico, Rico memintaku menjadi isterinya. Sesuatu yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Kupandang Rico dengan tatapan takjub, kullihat Rico diam dengan wajah gugup, aku tau Rico malu. Memang seperti itulah sifatnya. Rico menarikku untuk naik ke lantai 2 dan membawaku ke gazebo yang langsung mengarah ke kolam renang. Kulihat rangkaian lilin dan mawar putih itu membentuk sebuah hati. Aku terharu melihatnya. Aku memandang Rico dan Rico menggenggam tanganku. “Julia, maukah kau jadi istriku?” aku tak pernah melihat Rico seserius ini. Aku bungkam dan memandang hamparah lilin dan mawar putih. Aku balas menggenggam tangan Rico dan menarik nafas. “aku tak pernah memimpikan memiliki seorang Romeo, bahkan aku tak mau menjadi Juliet. Karna aku tak pernah mau kehilangan cintaku seperti Juliet kehilangan cintanya. Rico, berjanjilah tak akan pernah menjadi Romeo dan meninggalkanku dalam penyesalan karna kehilanganmu. Aku juga mencintamu sayang.” Kataku sambil memeluk Rico. “jadi kamu mau menikah denganku?” Rico kembali bertanya untuk memastikan. “iya Rico, aku mau.” Rico lalu memakaikan cincin di jari manisku dan kembali memelukku. Sungguh aku sangat bahagia saat ini. Aku tak ingin menjadi Juliet yang mati dalam penyesalan. Dan aku juga tak ingin menikah dengan Romeo yang mati dan membiarkan Juliet mati dalam penyesalan. Kini aku telah memiliki kisahku sendiri, kisah cinta sejatiku sendiri. Kini aku mengerti apa itu cinta sejati.
Cinta sejati adalah cinta yang senantiasa menuntunmu kepada kebenaran. Ikhlaslah, maka kau akan temukan cinta sejatimu.
Rico and Julia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar