Kita mungkin belum melupakan
lepasnya Sipadan dan Ligitan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun
demikian, ada hal-hal yang mungkin tidak banyak kita ketahui terkait kehidupan
masyarakat di pulau-pulau terluar Indonesia. Sebagaimana yang kita ketahui
bersama, ada kurang lebih 17.506 pulau di Indonesia, dan sebanyak 92 pulau
diantaranya adalah pulau-pulau terluar. Sebagian besar dari pulau-pulau terluar
tersebut terletak di gugusan Kepulauan Riau dan Maluku. Lalu bagaimanakah
kehidupan masyarakat di sana?
Kebanyakan masyarakat penduduk pulau-pulau
terluar bekerja sebagai nelayan dan sangat menggantungkan hidupnya pada
kekayaan hayati laut di sekitarnya. Sebagian besar adalah penduduk asli di
tempat tersebut dan hanya sebagian kecil diantaranya merupakan pendatang dari
daerah lain. Mengapa demikian? Hal ini terkait dengan sulitnya akses ke daerah
lain dan minimnya infrastruktur yang ada di pulau-pulau terluar tersebut.
Jangankan tempat hiburan, infrastruktur dasar seperti listrik dan air bersih
adalah sesuatu yang sangat mahal harganya di daerah tersebut.
Dengan sebagian besar penduduknya adalah
nelayan, kebutuhan akan
Bahan Bakar Minyak (BBM) berupa solar adalah suatu hal yang harus dipenuhi.
Kelangkaan BBM artinya ketiadaan tangkapan ikan yang berujung pada pengangguran
dan kemiskinan. Sebagai masyarakat nelayan, keinginan untuk bersekolah dan maju
adalah sesuatu yang juga dimiliki oleh anak-anak nelayan di pulau-pulau
terluar. Dan sesuai dengan janji pemerintah terkait program wajib belajar 9
tahun, keberadaan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SMP)
adalah sesuatu yang wajib tersedia dalam infrastruktur pulau-pulau terluar.
Lalu bagaimana kondisi
perekonomian masyarakat di daerah tersebut? Dapat dimaklumi, dengan
sebagian besar penduduknya yang masih menjalankan kegiatan penangkapan ikan
secara tradisional, tidak banyak kemajuan ekonomi yang dicapai. Sampan maupun
kapal penangkap ikan tradisional dengan motor tempel adalah aset utama bagi
keluarga nelayan. Bahkan di beberapa daerah, rumah tinggal pun dibangun di atas
air laut sebagai tambatan kapal untuk memastikan sampan dan kapal tidak hanyut
ke tengah laut. Memang di beberapa daerah sudah mulai dikembangkan keramba di
tengah laut tenang untuk mendapatkan penghasilan tetap melalui panen ikan
secara berkala. Namun demikian, secara keseluruhan penduduk pulau-pulau terluar
belum memiliki kemampuan ekonomi untuk mengembangkan daerahnya secara mandiri.
Tentu saja, pemerintah tidak tinggal diam guna
meningkatkan kesejahteraan keluarga
nelayan di pulau-pulau terluar Indonesia. Berbagai infrastruktur dasar seperti
listrik, sekolah, puskesmas, jalan dan pelabuhan sudah banyak tersedia di
daerah tersebut. Pemerintah melalui Dana Perimbangan Pusat dan Daerah telah
mentransfer sejumlah dana yang cukup besar ke rekening Pemerintah Daerah guna membangun infrastruktur
dasar di pulau-pulau terluar tersebut. Dengan komposisi Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) yang 70% diantaranya adalah penerimaan perpajakan, dapat
dikatakan dana pajak telah digunakan untuk pembangunan pulau-pulau terluar
Indonesia.
Dalam APBN 2013, dialokasikan Rp 528,6 triliun
dalam bentuk transfer ke daerah dengan tujuan diantaranya meningkatkan
perhatian terhadap pembangunan di daerah tertinggal, terluar, dan terdepan.
Untuk mendukung tujuan tersebut, dialokasikan juga berbagai anggaran pendukung,
seperti: penanggulangan kemiskinan sebesar Rp 115,5 triliun, layanan kesehatan
murah untuk masyarakat sebesar Rp 55,9 triliun, penguatan ketahanan pangan
sebesar Rp 63,2 triliun, anggaran pertahanan Negara sebesar Rp 81,8 triiun,
serta anggaran keamanan dan ketertiban sebesar Rp 36,5 triliun.
Dengan berbagai alokasi anggaran di atas,
diharapkan ketahanan nasional dalam seluruh aspek kehidupan berbangsa dan
bernegara di wilayah pulau-pulau terluar Indonesia dapat terwujud dengan baik.
Masyarakat yang memiliki tingkat kemampuan ekonomi yang tinggi diharapkan dapat
membangun ketahanan nasionalsecara
mandiri. Sedangkan pertahanan
nasional yang kuat akan memberikan perlindungan yang maksimal kepada masyarakat
terutama dalam menjaga tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia sekaligus
menjamin rasa aman di tengah masyarakat.
Di tengah refleksi Hari Kebangkitan Nasional
yang jatuh pada tanggal 20 Mei lalu, rasanya kita perlu merenungkan kembali
ketaatan kita dalam membayar pajak. Saat ini, Direktorat Jenderal (Ditjen)
Pajak telah menyediakan pelayanan pajak
ke seluruh pelosok Indonesia melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP), bahkan
hingga ke pulau-pulau terluar Indonesia melalui Kantor Pelayanan, Penyuluhan
dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP). Salah satu KP2KP yang melayani pulau-pulau
terluar Indonesia adalah KP2KP Ranai di Pulau Natuna, dimana wilayah kerjanya
meliputi Kepulauan Natuna dan Kepulauan Anambas di wilayah provinsi Riau dan
Kepulauan Riau.
Dari masyarakat yang taat pajak, diharapkan tersedia
dana yang cukup banyak bagi pemerintah untuk kesejahteraan
umum. Pada akhirnya, uang pajak yang kita bayarkan ke Negara akan dikembalikan dalam
bentuk fasilitas umum dan penguatan ketahanan nasional. Ketaatan kita dalam
memenuhi kewajiban perpajakan kita akan meningkatkan kualitas ketahanan
nasional, sekaligus membantu saudara-saudara kita dalam mewujudkan ketahanan
nasional di wilayah pulau-pulau terluar Indonesia. Mari bangkit Indonesia!